
Hermeneutika dan Tafsir Al-Qur’an
Sumber : Bulettin Al Hikam, Oktober 2008 Resentor : Syah Azis Perangin Angin
Hermeneutika merupakan metode baru yang digunakan oleh pemikir muslim kontemporer dalam memaknai Al-Qur-an. Ilmu yang diadopsi dari barat ini berkembang pesat dibeberapa pusat kajian ke-islam-an juga dibeberapa perguruan tinggi Islam, terutama di Indonesia. Sejumlah perguruan tinggi Islam sudah menjadikan hermeneutika sebagai mata kuliah yang wajib diambil oleh seluruh mahasiswa. Terutama bidang kajian ilmu-ilmu Ushuluddin yang menjadikan hermeneutika sebagai alat Bantu dalam memahami teks, baik sosial maupun humaniora serta kajian keagamaan.
Hal ini tentu tidak dapat dipisahkan dari pengaruh hegemoni Orientalisme Barat dan Missionaris Kristen terhadap kajian ke-islam-an terutama pada periode abad XX-an. Pelajar muslim yang sudah belajar di Barat menjadikan hermenuetika sebagai ‘oleh-oleh’ ke dalam dunia kajian islam. Serta menjadikan hermenuetika sebagai sebuah metodologi dalam memahami teks, terutama Al-Qur’an dan Al-Hadits. Pada awalnya, metode ini sebenarnya digunakan untuk menafsirkan Bibel yang sudah terkontaminasi oleh kondisi para pengarangnya ketika kitab tersebut ditulis. Sejalan dengan perkembangan zaman, metode ini dibawa kedunia Islam untuk menafsirkan teks-teks keagamaan terutama Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan alasan kontekstualitas teks dan perkembangan zaman.
Apa sebenarnya yang ditawarkan oleh hermenuetika sehingga metode ini berjubel ditawarkan di pusat-pusat studi agama? Serta bagaimana perbedaannya dengan kajian ilmu tafsir klasik ? Karena akhir-akhir ini muncul anggapan bahwa hermenuetika dianggap sama dengan metode ta’wil dalam Islam. Buku kecil ini akan membawa pembaca untuk menjawab secara lebih sederhana mengenai hermenuetika dan tafsir serta ta’wil. Cukup ringkas untuk dibaca dalam memahami hermenuetika, ta’wil dan tafsir. Adian Husaini dan Abdurrahman al-Baghdadi meramu buku ini dengan sangat sederhana, karena merupakan ringkasan dari berbagai tulisan mereka yang pernah ditulis diberbagai buku, artikel, dan makalah yang telah dipublikasikan di media massa.
Buku ini hanya ditulis dalam dua bagian. Di bagian awal Adian Husaini menulis buku dengan membahas secara global mengenai hermenuetika. Hermenuetika yang berasal dari tradisi Kristen kini telah menjamur sangat pesat di dalam kajian ke-Islaman di beberapa perguruan tinggi Islam sehingga di berbagai perguruan tinggi tersebut telah dijadikan sebagai madzhab resmi dalam kampus. Metode ini dibawa oleh misionaris Kristen dan didukung oleh pelajar muslim yang belajar di Barat. Sebut saja Amin Abdullah, rektor UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta merupakan pemikir muslim yang gigih dalam memperjuangkan hermenuetika sebagai kebenaran yang harus disampaikan kepada umat Islam.
Pada bagian itu juga Adian mencoba menjelaskan Hermenuetika yang berasal dari bahasa Yunani ‘hermenium’ yang berarti menafsirkan. Istilah yang dirujuk dari tokoh mitologis Yunani yang bernama Hermes dan oleh sebagian kalangan dihubungkan dengan Nabi Idris. Hermenuetika kemudian berkembang sebagai metode penafsiran Bibel yang kemudian dikembangkan oleh para teolog dan filosif di Barat sebagai sebuah metode penafsiran secara umum dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Hermenuetika sangat cocok untuk menafsiri Bibel, karena konsep teks Bibel yang merupakan teks yang ditulis manusia yang mendapat inspirasi dari Roh Kudus. Sedangkan Al-Qur’an memiliki konsep teks yang berbeda dengan Bibel, yaitu kitab yang tanzil, tafzhan wa ma’nan yaitu teks yang lafaz dan maknanya bersumber dari Allah maka metode hermenuetika ini tidak cocok untuk dijadikan alat Bantu dalam menafsirkan Al Qur’an.
Dampak yang ditimbulkan dari aplikasi hermenuetika terhadap Al Qur’an sangat berbahaya, diantaranya :
Para pengaplikasi hermenuetika akan dituntut untuk berpaham relativisme, artinya tidak ada tafsir yang tetap karena tafsir dipandang sebagai produk akal yang terbatas.
Para hermenuetikan tidak akan segan-segan memberikan tuduhan yang membabi buta terhadap ulama Islam.
Sebagian pendukung hermenuetika telah memasuki wilayah yang sangat rawan sehingga mempersoalkan dan menggugat otentitas Al Qur’an sebagai kitab yang lafazh dan maknannya dari Allah.
Pada bagian kedua, buku ini membahas tentang cara menafsirkan Al Qur’an yang ditulis oleh Abdurrahman al-Baghdadi. Pada bagian ini dibedakan dengan sangat jelas antara tafsir dan ta’wil yang secara etimologi memang memiliki makna yang sama menjelaskan atau menerangkan. Namun sebenarnya menurut peristilahan syara’ tafsir berbeda dengan ta’wil. Bahwa tafsir menerangkan maksud yang ada pada suatu lafazh, yang menghilangkan kesamaran arti pada kata tersebut. Sedangkan ta’wil menerangkan maksud yang ada pada makna yang tidak ditunjukkan secara zhahir, akan tetapi dikandung oleh lafazh tersebut berdasarkan dalil yang mendukungnya.
Ada beberapa pegangan dalam menafsirkan Al Qur’an yang diringkas dalam beberapa hal, antara lain :
Pertama : Tafsir Al Qur’an merupakan penjelasan makna kata-kata dalam susunan kalimatnya, dan menurut susunan ayat-ayatnya harus dijelaskan apa adanya, tanpa adanya unsur-unsur yang menyimpang dari makna yang sebenarnya, serta untuk mengetahui apa yang dikemukakan dalam al-Qur’an hendaknya dipelajari terlebih dahulu secara garis besar.
Kedua : Al Qur’an harus dipahami menurut kenyataannya sebagai kitab suci yang diturunkan dalam bahasa Arab, karena memang diturunkan dalam bahasa Arab. Mengutip dari pendapat dari Tengku M Hasbi ash-Shiddiq bahwa orang yang tidak mengetahui seluruh bahasa Arab tidak boleh menafsirkan Al-Qur’an.
Ketiga : Persoalan yang dibawakan oleh Al-Qur’an adalah risalah ilahiyah ‘alamiyah yang diamanatkan kepada seorang Nabi untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia.
Keempat : Menafsirkan kata-kata dan susunan kalimat yang terdapat dalam Al-Qur’an harus berdasarkan bahasa Arab, tidak boleh ditafsirkan atas dasar pengertian bahasa lain.
Kelima : Untuk memahami kisah-kisah sejarah dalam Al-Qur’an tentang umat manusia pada zaman silam, tidak perlu dicari maknanya di dalam Taurat maupun Injil karena memang tidak ada kaitannya dengan kitab-kitab terdahulu, dan yang menjelaskan Al-Qur’an adalah Rasulullah SAW, bukan Taurat atau Injil.
Sumber tafsir bukanlah ilmu yang dijadikan sandaran untuk menafsirkan Al-Qur’an, tetapi sumber tafsir adalah yang sumber yang dikutip oleh para mufassir yang terlepas dari pandangan mereka dalam menafsirkan Al-Qur’an. Ada tiga macam sumber tafsir yang biasa dipakai yaitu : (1) tafsir ma’tsur (mengutip hadits-hadits yang disandarkan sampai pada Nabi, atau yang mauquf yang merupakan ungkapan atau pendapat sahabat dan tabi’in); (2) ar-Ra’yu, yang lazim disebut dengan ijtihad dalam menafsirkan Al Qur’an; (3) cerita-cerita Isra’iliyat yang masuk ke dalam tafsir melalui orang-orang Yahudi dan Nasrani yang memeluk agama Islam.
Buku ini dipenuhi referensi tentang kajian hermenuetika dari beberapa tokoh liberal yang menawarkan hermenuetika sebagai metode baru dalam menafsirkan Al Qur’an. Serta memberikan umpan balik agar tidak terbawa oleh arus pemikiran-pemikiran liberal. Sehingga bagi pengkaji ilmu-ilmu tafsir dan hadits dapat menjadikan buku ini sebagai referensi ilmiyah dalam kajian-kajian ke-Islam-an di perguruan tinggi.
Memang cukup mendalam apa yang disampaikan Adian Husaini dan Abdurrahman al-Baghdadi dalam mengupas masalah hermenuetika dan tafsir walaupun hanya dibahas dalam buku yang cukup kecil dan ringkas. Namun frame yang dibawa oleh kedua pemikir tersebut masih bisa dikatakan tekstual dengan tokoh-tokoh liberal terutama pemuja hermenuetika agak kurang nyambung.
Tak ada artikel sejenis.
* Sumber
1 komentar:
Yg Jelas nabi pernah berdebat dg sahabat tentang cara memberi tahu umat untuk sholat ada yg berpendapat dg trompet seperti Yahudi, ada mengusulkan dg lonceng seperti Nashrani, tapi nabi memilih menyuruh bilal untuk Azan. Begitulah cara nabi mempertahankan Islam tak mau meniru, tapi sekarang ulama sudah sangat bernafsu untuk menonjolkan diri agar dipuja pengikutnya yg taklid, oh nasibmu umat Islam abad 21 sudah jadi pengekor dan menelan mentah-mentah strategi umat yg ingin disadarkan Nabi, tapi ulamnya yg sudah banyak "TUKANG PANCING DITARIK IKAN YG DIPANCINGNYA). SEMOGA ADA ULAMA YG WARAS DAN SADAR KEMBALI.
Posting Komentar
Wa Tawaashou Bil Haqqi Wa Tawaashou Bisshobri !