Hukum Seputar Fidyah

11 Agustus 2010 Label:
Pertama : Berapakah jumlah fidyah itu? Dalam masalah ukuran fidyah ini terjadi perbedaan pendapat dikalangan umum. Imam Ibnu Jarir dalam kitab tafsirnya yang masyur (Tafsir Ath-Thobari 2/143) menyatakan : Para ulama berbeda pendapat pada ukuran makanan (fidyah) yang mereka berikan. Jika mereka tidak berpuasa sehari,maka :

1. Sebagian mengatakan wajib memberi makan orang miskin setengah sho� (kurang lebih 1,5 kg) dari qumh (gandum)
2. Sebagian mereka mengatakan satu mud �(7,5 ons) dari qumh dan seluruh jenis bahan makanan pokok,
3. Sebagian lagi ada yang mengatakan setengah sho� jika dari qumh dan satu sho� (kurang lebih 3 kg) bila dari kurma atau anggur kering.
4. Sebagian mereka ada yang mengatakan, sesuai dengan makanannya ketika dia tidak berpuasa.

Adapun yang di fatwakan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu �anhu adalah setengah sho� atau kurang lebih 1,5 kg (Atsar shohih, riwayat Ad-Daruquthni(2/207 No. 12), dan ini adalah pendapat yang pilih oleh Asy-Syaikh Abdul �Aziz bin Abdulloh bin Baaz rahimahullohdan Lajnah Fatwa Saudi Arabia (Lihat fatawa Romadhan, 2/554-555 dan 604).

Kedua : Bolehkah memberi fidyah dengan makanan yang siap santap (siap saji) ? Ketahuilah, dibolehkan seseorang menyediakan makanan siap saji dengan ukuran yang dapat mengenyangkan si miskin yang di beri makan (Lihat Fatawa Romadhan, 2/652). Hal ini sebagaimana yang pernah di lakukan oleh Anas bin Malik Radhiyallahu �anhu ketika beliau telah lemah untuk berpuasa (selama genap satu bulan), beliau kemudian membuat satu mangkok besar Tsarid (roti yang diremes lalu di campur kuah), lalu beliau undang 30 orang fakir miskin sehingga mengenyangkan mereka (Lihat riwayat ini dalam hadits yang di riwayatkan oleh Ad-Daruquthni dalam sunan-nya (2/207 No. 6), dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwa�ul Gholil 4/21).

Ketiga : Bolehkah membayar fidyah dengan uang ? Ketahuilah, tidak di perbolehkan membayar fidyah dengan uang, tetapi harus dengan makanan (baik makanan siap saji ataupun bahan makanan pokok), karena demikianlah yang di sebutkan dalam Al-Qur�an (Lihat fatawa Romadhan, 2/652). Lain halnya, bila seseorang sekedar mewakilkan, dengan maksud ia memberi makan orang lain, baik individu ataupn instansi sejumlah uang untuk di belikan makanan bagi orang miskin, maka hal ini boleh, Wallohu a�lam.

Keempat : Apakah membayar fidyah itu sekaligus atau boleh terpisah-pisah waktunya ? Ketahuilah, dibolehkan membayar fidyah itu sekaligus atau terpisah-pisah waktunya (Lajnah Fatwa Saudi Arabia, Fatawa Romadahan, 2/652).

Kelima : Bolehkah memberi fidyah kepada orang miskin yang kafir ? Dalam hal ini, Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin menjawab : �Jika di daerahnya ada orang Islam yang berhak, maka di berikan kepadanya. Tapi jika tidak ada, maka di salurkan kenegeri-negeri Islam yang membutuhkannya. (Fatawa Romadhan, 2/655).

Keenam : Siapa saja dari kaum muslimin yang boleh membayar fidyah bila mereka tidak berpuasa ? Ketahuilah, diantara mereka itu adalah orang yang sudah tua jompo yang tidak sanggup lagi berpuasa, sebagaimana hal ini yang dinyatakan oleh Ibnu Abbas ketika menafsirkan firman Alloh QS. Al-Baqoroh 184 (HR. Ad-Daruquthni. 2/207).
Kemudian juga orang yang sakit menahun yang tidak kunjung sembuh-sembuh (yang tidak bisa di harapkan kesembuhannya), sebagaimana juga dinyatakan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu �anhu (Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Jarir At-Thobari dalam tafsirnya (2/138), An-Nasa�i dalam sunan-nya (1/318-139) dan Syaikh Al-Albani menyatakan sanadnya shohih)
Termasuk dalam hal ini juga adalah wanita yang hamil atau sedang menyusui. Maka menurut pendapat yang rojih adalah mereka hanya berkewajiban membayar fidyah tanpa perlu mengqodho�. Dan ini adalah pendapatnya Umar bin Khoththob, Ibnu Abbas, Qotadah, dan lain-lainnya.

Jenis dan Kadar Fidyah

Ternyata tidak ada dalam nash secara khusus yang menjelaskan tentang jenis dan kadar fidyah. Namun ada beberapa pendapat ulama berkaitan tentang kadar dan jenis fidyah tersebut,

Pendapat pertama, fidyah tersebut adalah sebanyak 1 mud dari makanan untuk setiap harinya. Jenisnya sama seperti jenis makanan pada zakat fitri.
Pendapat kedua, fidyah tersebut sebagaimana yang biasa dia makan setiap harinya.
Pendapat ketiga, fidyah tersebut dapat dipilih dari makanan yang ada.


Dalam kaidah fikih, untuk permasalahan seperti ini maka dikembalikan ke urf (kebiasaan yang lazim). Maka kita dianggap telah sah membayar fidyah jika telah memberi makan kepada satu orang miskin untuk satu hari yang kita tinggalkan. Namun tetap diingat, sebagaimana Imam Nawawi rahimahullah katakan, “Tidak sah apabila membayar fidyah dengan tepung yang sangat halus (sawiq), biji-bijian yang telah rusak. Tidak sah pula membayar fidyah dengan uang.”

Cara Pembayaran:

Inti pembayaran fidyah adalah mengganti satu hari puasa yang ditinggalkan dengan memberi makan satu orang miskin. Namun, model pembayarannya dapat diterapkan dengan dua cara,

Memasak atau membuat makanan, kemudian memanggil orang miskin sejumlah hari-hari yang ditinggalkan selama bulan Ramadhan.
Memberikan kepada orang miskin berupa makanan yang belum dimasak. Alangkah lebih sempurna lagi jika juga diberikan sesuatu untuk dijadikan lauk.
Pemberian ini dapat dilakukan sekaligus, misalnya membayar fidyah untuk 20 hari disalurkan kepada 20 orang faqir. Atau dapat pula diberikan hanya kepada 1 orang faqir saja sebanyak 20 hari.

Waktu Pembayaran Fidyah

Seseorang dapat membayar fidyah, pada hari itu juga ketika dia tidak melaksanakan puasa. Atau diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan oleh sahabat Anas radhiallahu’anhu ketika beliau telah tua.

Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, ia mengatakan, bahwa ia tidak mampu berpuasa pada suatu tahun (selama sebulan), lalu ia membuat satu bejana tsarid (roti yang diremuk dan direndam dalam kuah), kemudian mengundang sebanyak 30 orang miskin, sehingga dia mengenyangkan mereka. (Shahih sanadnya: Irwaul Ghalil IV:21 dan Daruquthni II: 207 no. 16)

Yang tidak boleh dilaksanakan adalah pembayaran fidyah yang dilakukan sebelum Ramadhan. Misalnya: Ada orang yang sakit yang tidak dapat diharapkan lagi kesembuhannya, kemudian ketika bulan Sya’ban telah datang, dia sudah lebih dahulu membayar fidyah. Maka yang seperti ini tidak diperbolehkan. Ia harus menunggu sampai bulan Ramadhan benar-benar telah masuk, barulah ia boleh membayarkan fidyahnya.


0 komentar:

Posting Komentar

Wa Tawaashou Bil Haqqi Wa Tawaashou Bisshobri !

 
.::_Alumni STIBA Makassar_::.
© Sekretariat : Jl. Inspeksi PAM Manggala Makassar 90234 HP. (085 236 498 102) E-mail:alumni.stiba.mks@gmail.com |(5M) |Mu'min |Mushlih |Mujahid |Muta'awin |Mutqin