Abu Dahdah Tsabit bin Dahdah

21 Mei 2012 Label:
Mari kita merenung sejenak di depan orang besar ini dengan sepenuh percik cinta ilahi. Mari kita ikut hidup sejenak dalam lembar-lembar kegagahan, menyusuri keagungan, dan membuka tanda-tanda kebesarannya, setelah itu memberi salam hormat kepadanya sebagimana penghuni langit sibuk memberi salam rahmat, maghfirah, dan ridwannya. Jiwanya yang pemurah membuat kehidupannya laksana sebuah sungai dengan datarannya yang subur. Kedermawanannya menjadi keutamaan, dan hari-harinya menjadi buah bibir dari masa ke masa. Tak pernah ia peduli dengan kehidupan duniawi beserta segala kemewahannya. Yang diperhatikan cuma bakiatush shalihat dengan makna kesucian dan kemurniannya. Itu sebabnya dia menjauhi kemewahan, jujur terhadap keindahan dan daya tariknya, dan selalu mengarahkan tujuan kepada Allah dalam pengembaraan hidupnya….

Tsabit bin Dahdah adalah seorang Anshar yang bersegera dalam menyambut dan membela Rasulullah, serta mengikuti cahaya yang turun kepada beliau. Dia seorang murid yang rajin pergi ke taman pendidikan nubuwat, tak pernah alpa satu mata pelajaran pun. Dia juga seorang pahlawan yang tak pernah gentar di medan perang mana saja, -dia menjual jiwanya dengan murah, menantang maut, menghadang segala bahaya, mengatasi segala kesulitan-. Di samping itu dia sigap dalam membantu orang yang membutuhkan dan menolong orang yang dizhalimi, pun menghibur yang sedang berduka. Di atas semua itu, dia memikul cintanya kepada Allah dan Rasul, asyik dengan panggilan jihad, menyukai perang, dan mencium bau surga di bawah bayangan pedang.

Di antara tanda cinta Tsabit bin Dahdah kepada Allah terlihat pada bagaimana dia memperlakukan kebunnya. Tsabit bin Dahdah memiliki kebun yang bagus, berisi 600 batang kurma kualitas terbaik. Begitu turun firman Allah:

“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (pembayaran) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.” (Al-Hadid: 11)

Dia bergegas mendatangi Rasulullah untuk bertanya, ya Rasulullah, apakah Allah ingin meminjam dari hambanya?”

“Benar,” jawab Rasulullah.

Spontan Tsabit bin Dahdah mengacungkan tangannya seraya berkata, “Ulurkanlah tangan Anda, wahai Rasulullah.”

Rasulullah mengulurkan tangannya, dan langsung disambut oleh Tsabit bin Dahdah sambil berkata, “Aku menjadikan Anda sebagai saksi bahwa kupinjamkan kebunku kepada Tuhan.”

Tsabit sangat gembira dengan keputusannya itu. Dalam perjalanan pulang dia mampir ke kebunnya. Dilihatnya istri dan anak-anaknya sedang bersantai di bawah pepohonan yang sarat dengan buah.

Dari pintu kebun, Dipanggillah sang istri, “Hai Ummu Dahdah! Ummu Dahdah! Cepat keluar dari kebun ini! Aku sudah meminjamkan kebun ini kepada Allah!

Istrinya menyambut dengan suka cita, “Engkau tidak rugi, suamiku, engkau beruntung, engkau sungguh beruntung!”

Segera dikeluarkannya kurma yang ada di mulut anak-anaknya seraya berkata, “Ayahmu sudah meminjamkan kebun ini kepada Allah.”

Ibnu Mas'ud menceritakan bahwa Rasulullah bersabda, “Berapa banyak pohon sarat buah yang kulihat di surga atas nama Abu Dahdah.” Artinya, Allah memberi Tsabit bin Dahdah pohon-pohon yang berbuah lebat di surga sebagai ganti atas pemberiannya kepada-Nya di dunia.

Di samping memberikan harta benda yang dimilikinya, Tsabit bin Dahdah juga memberikan jiwanya sendiri demi perjuangan fi sabilillah pada suatu hari. Kisah perjuangannya pada perang Uhud membuktikan betapa matang kesiapan mentalnya dalam berkorban untuk Allah.

Hari Uhud adalah hari yang padat dengan pelajaran Ilahiyah. Rasulullah sebagai panglima besar telah menyusun strategi defensif maupun ofensif. Beliau berpesan agar pasukan tidak melanggar perintah. Namun karena Allah ingin menurunkan hikmah yang agung, maka 50 pemanah yang sudah dipesan agar tidak bergeser dari posisinya di atas gunung melanggar perintah. Inilah penyebab kekalahan Rasulullah dan sahabat-sahabatnya.

Kini kaum musyrikin berusaha keras membunuh beliau. Utbah bin Abi Waqqash berhasil membidik tepat di pipi kanan dan bibir bawah Rasulullah. Abdullah bin Syihab Az-Zuhri melukai dahi. Adapun anak panah Abdullah bin Qamiyah meleset masuk ke celah-celah ketopong besi dan melukai wajah Rasulullah. Selain itu, beliau juga sempat terperosok ke dalam lubang jebakan musuh, tetapi berhasil diangkat oleh Ali bin Abi Thalib dan Thalhah bin Ubaidillah.

Semua musibah yang menimpa Rasulullah tersebut menyebabkan kaum musyrikin mengira beliau sudah tewas. Mereka menyebarkan berita ke kubu muslimin untuk menjatuhkan mental.

Tetapi kaum muslimin tetap tegar walaupun harus menelan kekalahan pahit. Korban-korban terus berjatuhan dan pasukannya kocar-kacir. Pada waktu itu Tsabit bin Dahdah berseru lantang, “Hai saudara-saudara Anshar, kemarilah! Kemarilah! Bila memang Rasulullah terbunuh, toh Allah tetap hidup dan tidak akan mati! Maka perjuangkanlah agama kalian! Biarlah kita mati seperti kematian yang dialami Rasulullah!”

Mendengar seruan itu, beberapa orang Anshar berkumpul. Mereka kemudian mengadakan perlawanan dengan gigih. Namun sayang jumlah musuh terlalu banyak, apalagi mereka dipimpin oleh ahli-ahli perang yang piawai seperti Khalid bin Walid, Amru bin Ash, Ikrimah bin Abi Jahal, serta Dzirat bin Al-Khathab. Dengan tipu gerak yang cerdik, Khalid bin Walid berhasil melukai Tsabit bin Dahdah dengan tombaknya. Sahabat yang mulia ini langsung robah bermandi darah. Setelah itu, satu demi satu kawanan Anshar tersebut gugur sebagai Syuhada', dan merekalah syuhada' yang terakhir pada waktu itu.

Sewaktu para syuhada' ini dimakamkan, Rasulullah bersabda, “Orang-orang yang terluka demi jihad fi sabilillah akan dibangkitkan oleh Allah pada hari kiamat dengan luka yang terus mengucurkan darah. Warnanya merah dan baunya harum seperti kasturi.”

Di sana, di dalam perut gunung Uhud, para syuhada' ini tidur dengan tenang. Sejarah menjadi saksi bagi setiap kubur dan menebarkan puji-pujian, walaupun sesungguhnya apa yang dilakukan oleh mereka berada jauh di atas segala pujian….1)

===============================================================================
1) Sosok Para Sahabat Nabi, DR. Abdurrahman Ra'fat Al-Basya, Cetakan I, Oktober 1996, CV.Pustaka Matiq


0 komentar:

Posting Komentar

Wa Tawaashou Bil Haqqi Wa Tawaashou Bisshobri !

 
.::_Alumni STIBA Makassar_::.
© Sekretariat : Jl. Inspeksi PAM Manggala Makassar 90234 HP. (085 236 498 102) E-mail:alumni.stiba.mks@gmail.com |(5M) |Mu'min |Mushlih |Mujahid |Muta'awin |Mutqin