Usai menamatkan kuliahnya di STIBA Makassar, Abdullah Syahrul, pemuda
asal Flores Manggarai Timur NTT ini memboyong istri dan anaknya
meninggalkan Kota Makassar. Kota yang telah memberinya banyak kenangan,
suka maupun duka. Di Makassar inilah ia mulai menuntut ilmu agama tak
kurang dari enam tahun. Tujuannya kali ini adalah kembali ke kampung
asalnya, berdakwah dan memberikan pencerahan kepada handai taulan dan
masyarakat pada umumnya.
Tiba di Kupang, ia mulai gencar melakukan silaturrahim kepada
masyarakat sekitarnya. Dari silaturahim ini, ia mulai dipercaya untuk
membina dan mengisi taklim untuk remaja masjid.
Salah satu fenomena yang cukup mengusik perasaaan Abdullah adalah
terkait dengan penunjukan imam masjid yang diangkat karena senioritas
atau memiliki peran dalam pembangunan masjid tempatnya berdomisili,
atau mampu melayani kebutuhan masyarakat seperti ketika diundang
tahlilan maka dia siap hadir dan memimpin tahlilan. Kenyataan ini bagi
Abdullah sangat menyedihkan. Apalagi dengan sedikit banyaknya
pengetahuan ilmu Nahwu yang telah ia dapatkan di STIBA dulu. Terlebih,
surah al-Fatihahnya pun tak luput dari kesalahan-kesalahan.
Padahal Alquran adalah Kalamullah Yang Mahamulia, diturunkan melalui
malaikat yang mulia kepada manusia termulia, Muhammad bin Abdillah,
shollallahu alaihi wa sallam. Olehnya itu, Allah sangat suka Alquran
dibaca sebagaimana dia diturunkan, dan oleh karenanya pula Rasul-Nya
yang mulia meletakkan syarat yang paling pertama seseorang menjadi imam
adalah yang terbanyak hafalannya dan paling baik bacaannya.
Sayangnya, masyarakat umum utamanya warga masyarakat Kupang, tidak
memerhatikan hal ini. Melihat kenyataan ini, hati Abdullah Syahrul pun
tergerak, ia mulai mengambil langkah. Tentu langkah yang paling pertama
bukan menghalangi sang imam untuk melakukan sederet praktik bid’ah yang
telah dianggap biasa di masyarakat.
Dengan berharap kepada Allah, Abdullah mendatangi rumah sang imam
untuk dialog dan pendekatan persuasif. Kunjungan pertama mendapat
sambutan baik. Alhamdulillah sejak itu mulai ada perubahan, meski tak
banyak. Lalu pada kunjungan selanjutnya, Abdullah mulai memberanikan
diri untuk menyampaikan beberapa kesalahan fatal yang berakibat pada
perubahan arti ayat yang dibacanya.
Meski demikian, ternyata belum cukup bagi pak imam untuk memetik hikmah agar berhati-hati dalam membaca ayat Allah yang lain.
“Ini tak boleh dibiarkan,” ungkap Abdullah membatin. Sembari berdoa
semoga dakwahnya dapat diterima, disertai perasaan hati yang berdebar
kuat, Abdullah tetap berupaya menasihati tanpa diketahui orang lain.
Sebagaimana biasa, sang imam yang juga mantan Kepala KUA itu, setiap
Subuh biasa membaca surat ar-Rum ayat tentang pernikahan, kemudian pada
rakaat kedua surah al-Jumu’ah. Banyak ayat yang diubah harakatnya dan
berdampak pada perubahan makna ayat. Belum lagi makhrajnya yang tidak
karuan. Allahul Musta’an, hati Abdullah menangis kala itu.
Di suatu Subuh, Abdullah bergegas berangkat lebih awal ke masjid.
Sang imam biasanya langsung duduk di shaf pertama tanpa shalat sunnah
terlebih dahulu. Abdullah langsung menuju shaf pertama tidak jauh dari
sang imam. Mungkin shalat sunnah Shubuhnya saat itu sedikit terganggu
karena jantung yang deg-degan, mengingat sebentar lagi akan memberanikan
diri untuk mendakwahi sang imam. Usai shalat, ia beringsut mendekati
pak imam yang sedang menanti iqomat dikumandangkan.
“Assalamualaikum Abah*”, sapa Abdullah dengan suara lirih agar tak terdengar jamaah lain. “Wa alaikum salam,” jawab sang imam.
“Maaf, Bah, saya ganggu,” lagi-lagi sapa Abdullah dengan suara pelan.
“Oh, tidak apa-apa. Bagaimana, bagaimana…?” Sambutnya.
“Gini Abah, maaf e…, beberapa ayat yang Abah baca dalam surat ar-Rum dan
al-Jumu’ah itu kurang tepat Abah. E…., kalau bisa baca surat yang lain
aja Abah,” sambung Abdullah sedikit lebih tenang meski bibirnya tetap
saja kaku.
“Ya Abdullah…. Saya menerima saran Pak Abdullah, tapi Pak Abdullah tidak
berhak mengatur saya,” hardik sang imam dengan suara tinggi. Akhrinya
semua jamaah pun ikut mendengar.
Seakan Abdullah tak lagi menginjak bumi saat itu.
“Kalau kamu gak suka cara saya, silakan cari masjid lain…”
Dengan tetap menahan perasaan, Abdullah menimpali, “Ya… Abah kan
menginginkan kebaikan pada saya, saya juga menginginkan kebaikan pada
Abah. Maaf, ya Bah, kalau saya ada salah.” [SQ]
================================
Foto beberapa kegiatan dakwah yang dikelola oleh Ustadz Abdullah
Syahrul, mulai dari TK/TPA, Dirosa, Pelatihan di sekolah, majelis
taklim, dll.
Lengkapnya : Klik
0 komentar:
Posting Komentar
Wa Tawaashou Bil Haqqi Wa Tawaashou Bisshobri !