STIBA, KAMPUS CALON ULAMA MASA DEPAN

05 Januari 2015 Label:
STIBA, KAMPUS CALON ULAMA MASA DEPAN (Catatan Sejarah)

15 tahun silam, banyak di antara umat Islam seakan memandang STIBA sebelah mata. Maklumlah, saat itu perguruan tinggi Islam itu baru saja dilahirkan. Malah, STIBA pun belum memiliki kampus permanen. Sehingga perguruan tinggi tersebut harus menumpang terlebih dahulu di Masjid Wihdatul Ummah Makassar.
Ketika baru dilahirkan, prospek STIBA memang belum nampak. Saat itu mungkin boleh dikata sebagai masa-masa pahitnya kampus yang membina mahasiswa dari seluruh daerah di Indonesia.
Menyadari keadaan STIBA masih susah, Ustadz Muhammad Zaitu Rasmin, Lc.,MA (salah satu pendiri STIBA) pun mengakui bahwa kampus yang didirikan bersama teman-temannya (para alumni Islamic University of Medinah, Arab Saudi) masih disebut berbagai kalangan sebagai perguruan tinggi ‘anak bawang’ yang tidak difavoritkan.
Dalam sebuah tabligh akbar di Masjid Wihdatul Ummah (kampus sementara STIBA) tahun 1999 lalu, Ustadz Zaitun berkata, “Alhamdulillah, Wahdah Islamiyah telah merintis sebuah perguruan tinggi yang bernama STIBA. Mengingat perguruan tinggi ini masih baru dan belum menjadi kampus favorit, kami menyadari banyak orangtua yang tidak mau mengirim anaknya kuliah di STIBA. Mungkin juga ada orangtua yang tidak mau dapat menantu mahasiswa STIBA. Mungkin mereka beranggapan paling-paling lulusan STIBA nanti jadi ustadz atau imam masjid, yang di mata masyarakat secara umum kedua profesi mulia itu dianggap remeh karena tidak bisa kaya.”
Alhamdulillah, setelah enam tahun kemudian, yaitu di tahun 2004 ini citra STIBA semakin mantap. Gambaran pahit tentang perguruan tinggi ini berubah 180 derajat, sehingga menjadi manis. Banyak ikhwah alumni SMU ingin melanjutkan pendidikan ke STIBA. Bahkan para sarjana S1 dari berbagai kampus favorit seperti Unhas, UNM (dulu IKIP Ujung Pandang) pun banyak yang mendaftar di perguruan tinggi tersebut.
Tidak hanya itu, para orangtua Muslim tidak sedikit yang berharap anaknya kuliah di STIBA. “Bahkan banyak juga para orangtua merasa bangga dapat menantu mahasiswa STIBA,” ujar seorang ikhwah.
Perubahan citra tersebut merupakan karunia Allah subhanahu wata’ala yang patut disyukuri. Atas izin-Nya, STIBA kini berhasil memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah peranan dalam memajukan pendidikan ummat Islam, khususnya pendidikan Islam yang murni bersumber dari Al Quran dan As Sunnah.

Sejarah Kelahiran STIBA

STIBA Makassar ‘dilahirkan’ pada bulan Jumadil Ula 1419 H, yang bertepatan dengan bulan September 1998 M.
Pendiri kampus tersebut adalah para alumni dan mahasiswa Islamic University of Medinah Arab Saudi, yang tergabung dalam lembaga da’wah Yayasan Wahdah Islamiyah (kini ormas Wahdah Islamiyah). Koordinatornya adalah Ustadz Muhammad Zaitu Rasmin, Lc.,MA ketua YWI saat itu. Kini Ustadz Zaitun menjadi Ketua Ikatan Ulama dan Da’i ASEAN.
kemudian dideklarasikan melalui forum musyawarah Terpadu VII YWI pada pertenganhan bulan Septembar 1998.
Tujuan dan Kurikulum STIBA STIBA didirikan dengan tujuan utama melahirkan sarjana yang nantinya menyebarkan risalah Islam sesuai tuntunan Al Qur’an dan As Sunnah serta pemahaman generasi awal dan terbaik ummat ini (As Salaf As Shaleh). Untuk itu para mahasiswanya dibekali berbagai ilmu agar dapat merea-lisasikan hal tersebut. Ilmu yang diajarkan di STIBA sama kuriku-lumnya dengan Islamic University of Medinah dan Islamic University of Ibnu Su’ud Makkah Al Mukarramah (Saudi Arabia). Sehingga setelah tamat sang mahasiswa akan memperoleh gelar sarjana yang sama dengan kedua perguruan tinggi tersebut (Lisence atau Lc.).
Sebagai calon da’i dan ulama masa depan, mahasiswa STIBA diwajibkan mengikuti 3 program, yaitu Pendidikan Akademis, Penelitian Ilmiah, dan Pengabdian pada Ummat. Ketiga program tersebut bisa disebut sebagai tri darma perguruan tinggi yang dikembangkan STIBA.
Dalam program Pendidikan Akademis, para mahasiswa STIBA diwajibkan mengikuti semua materi perkuliahan yang telah ditetapkan kurikulum, berupa materi-materi Ilmu Syar’i dan Bahasa Arab.
Untuk program penelitian, mahasiswa wajib mengadakan kegiatan ilmiah untuk memperdalam ilmu dan pengetahuan yang telah didapatkan di kelas. Misalnya riset studi literatur di perpustakaan, seminar ilmiah, dan kegiatan lainnya.
Dalam program pengabdian pada ummat, mahasiswa dituntut untuk memberikan sumbangsihnya dalam pengembangan dan kemajuan ummat Islam di berbagai bidang. Dalam bidang pendidikan misalnya, para mahasiswa telah dijadwal mengajar ilmu-ilmu Islam bagi anak-anak di berbagai sekolah formal (SD / SLTP) maupun masjid (TK / TPA). Untuk masyarakat umum, para mahasiswa aktif memberikan materi dalam taklim dan tarbiyah.
Bahkan setelah maraknya kasus sihir di Sulsel, kehadiran STIBA sangat dirasakan masyara-kat luas. Sebab ratusan mahasiswa kampus ini banyak dikirim ke berbagai daerah untuk memberikan terapi dan pelatihan penang-gulangan sihir (ruqyah syar’iyah) kepada ummat Islam.
Tidak hanya itu, setiap tahunnya STIBA mengirim mahasiswanya yang akan menyelesaikan studi, untuk mengabdi di daerah selama lebih-kurang satu semester. Daerah-daerah pengabdian itu lah yang menjadi medan latihan mahasiswa dalam berdakwah, agar setelah sarjana nantinya tidak kaku terjun di tengah masyarakat.
“Alhamdulillah, program peng-abdian yang lebih lama dan lebih berat daripada kuliah kerja nyata perguruan tinggi lainnya sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya surat permintaan dari berbagai daerah agar STIBA mengirimkan tenaga mahasiswa yang mau mengabdi di daerah tersebut,” ujar Mantan Direktur STIBA, Ustadz Muhammad Yani Abdul Karim, Lc.,MA.

Padatnya Kegiatan Ekstrakurikuler

Selain belajar ilmu-ilmu syar’i, para mahasiswa STIBA juga aktif dalam berbagai kegiatan ekstra kurikuler. Menurut Ustadz Yani, “Melalui kegiatan ekskul, diharapkan mahasiswa memiliki bekal tambahan agar setelah lulus nantinya menjadi da’i dan ulama yang memiliki nilai plus. Sebab dakwah Islamiyah akan lebih sempurna jika para da’i atau ulamanya tidak hanya menguasai ilmu-ilmu syar’i saja, namun juga menguasai ilmu-ilmu terapan lainnya yang berguna bagi ummat, seperti kepemimpinan (leadership, manajemen, dan lain-lain.”
Kegiatan ekstra kurikuler yang terdapat di STIBA sangat banyak, di antaranya jurnalistik, olahraga, beladiri, agrobisnis (pertanian), kajian intensif berbagai disiplin ilmu syar’i, kesehatan dan medis, dan keterampilan lainnya.

Wajib Berbahasa Arab

Secara bertahap, mahasiswa STIBA diwajibkan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Arab jika berada di lingkungan kampus dan asrama. “Bahasa Arab merupakan bahasa resmi agama kita. Dan referensi ilmu-ilmu syar’i banyak ditulis dalam bahasa Arab. Sehingga untuk dapat memahami ajaran Islam dengan baik dan benar, mahasiswa STIBA harus menguasai bahasa tersebut. Kita telah belajar dari fenomena masyarakat awam. Mereka telah banyak yang keliru dalam memahami agama ini. Orang-orang awam juga banyak melakukan ibadah yang tidak sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah. Ternyata fenomena itu salah satunya disebabkan karena masyarakat banyak yang tidak memahami bahasa Arab.” kata Ustadz Yani.
Sehingga para mahasiswa betul-betul dipacu agar dapat menguasai bahasa Islam ini. STIBA pun membuat program I’dad Lughowi (Persiapan Bahasa). Program kuliah ini harus diikuti mahasiswa. Jika mahasiswa tidak lulus dalam program ini, berarti mereka belum menguasai bahasa Arab. Dan mahasiswa yang belum lancar berbahasa Arab baik secara lisan maupun tulisan, tidak diperbolehkan mengambil program S1 di STIBA.
“Alhamdulillah, semua mahasiswa yang mengikuti program I’dad Lughawi selama 4 semester (2 tahun) dapat diterima di program S1 STIBA. Karena pendidikan bahasa Arab pada program tersebut dilaksanakan secara intensif,” jelas Ustadz yani.

Dosen Alumni Timur Tengah

Pada mulanya, STIBA hanya memiliki 6 orang tenaga dosen. Saat ini kampus tersebut telah didukung oleh 33 orang tenaga dosen. 22 orang dosen telah diangkat sebagai dosen tetap STIBA. 19 dosen yang mengajar di STIBA adalah alumni Universitas Islam Madinah.
“Selebihnya adalah alumni dari beberapa perguruan tinggi yang terkemuka di Timur Tengah dan Pakistan seperti Universitas Ummul Qura Makkah Al Mukarramah, Universitas Al Azhar Kairo, Universitas Islam Inter-nasional Islamabad, Universitas Punjab, ada juga alumni LIPIA Jakarta, yang merupakan cabang dari Universitas Islam Imam Muhammad bin Sa’ud Riyadh Saudi Arabia,” kata Direktur STIBA, Ustadz Yani.

Butuh Partisipasi Umat Islam

Selama ini biaya operasional STIBA berasal dari partisipasi ummat Islam. Dana dari muhsinin (donatur) lah yang dipakai untuk kegiatan akademik maupun non akademik kampus calon ulama masa depan itu. Sehingga mahasiswa STIBA selama ini berkuliah secara gratis.
Namun karena kondisi ekonomi nasional yang tidak stabil, biaya operasional STIBA membengkak. Dana donatur yang telah terkumpul pun tidak mencukupi lagi. Sehingga secara perlahan-lahan subsidi untuk mahasiswa dikurangi.
“Tapi kami tidak berpangku tangan. Insya Allah kami akan berusaha menggalang donatur lebih banyak lagi. Agar dana operasional tercukupi. Dan agar para mahasiswa dari Sabang sampai Merauke yang kuliah di STIBA tetap memperoleh subsidi, sehingga mereka dapat kuliah gratis, atau minimal membayar dengan biaya sangat ringan sekali,” Harap Ustadz Yani.


STIBA Makassar Kini : http://stiba.net/

0 komentar:

Posting Komentar

Wa Tawaashou Bil Haqqi Wa Tawaashou Bisshobri !

 
.::_Alumni STIBA Makassar_::.
© Sekretariat : Jl. Inspeksi PAM Manggala Makassar 90234 HP. (085 236 498 102) E-mail:alumni.stiba.mks@gmail.com |(5M) |Mu'min |Mushlih |Mujahid |Muta'awin |Mutqin