STIBA, KAMPUS CALON ULAMA MASA
DEPAN (Catatan Sejarah)
15 tahun silam, banyak di antara
umat Islam seakan memandang STIBA sebelah mata. Maklumlah, saat itu perguruan
tinggi Islam itu baru saja dilahirkan. Malah, STIBA pun belum memiliki kampus
permanen. Sehingga perguruan tinggi tersebut harus menumpang terlebih dahulu di
Masjid Wihdatul Ummah Makassar.
Ketika baru dilahirkan, prospek
STIBA memang belum nampak. Saat itu mungkin boleh dikata sebagai masa-masa
pahitnya kampus yang membina mahasiswa dari seluruh daerah di Indonesia.
Menyadari keadaan STIBA masih
susah, Ustadz Muhammad Zaitu Rasmin, Lc.,MA (salah satu pendiri STIBA) pun
mengakui bahwa kampus yang didirikan bersama teman-temannya (para alumni
Islamic University of Medinah, Arab Saudi) masih disebut berbagai kalangan
sebagai perguruan tinggi ‘anak bawang’ yang tidak difavoritkan.
Dalam sebuah tabligh akbar di
Masjid Wihdatul Ummah (kampus sementara STIBA) tahun 1999 lalu, Ustadz Zaitun
berkata, “Alhamdulillah, Wahdah Islamiyah telah merintis sebuah perguruan
tinggi yang bernama STIBA. Mengingat perguruan tinggi ini masih baru dan belum
menjadi kampus favorit, kami menyadari banyak orangtua yang tidak mau mengirim
anaknya kuliah di STIBA. Mungkin juga ada orangtua yang tidak mau dapat menantu
mahasiswa STIBA. Mungkin mereka beranggapan paling-paling lulusan STIBA nanti
jadi ustadz atau imam masjid, yang di mata masyarakat secara umum kedua profesi
mulia itu dianggap remeh karena tidak bisa kaya.”
Alhamdulillah, setelah enam tahun
kemudian, yaitu di tahun 2004 ini citra STIBA semakin mantap. Gambaran pahit
tentang perguruan tinggi ini berubah 180 derajat, sehingga menjadi manis.
Banyak ikhwah alumni SMU ingin melanjutkan pendidikan ke STIBA. Bahkan para
sarjana S1 dari berbagai kampus favorit seperti Unhas, UNM (dulu IKIP Ujung
Pandang) pun banyak yang mendaftar di perguruan tinggi tersebut.
Tidak hanya itu, para orangtua
Muslim tidak sedikit yang berharap anaknya kuliah di STIBA. “Bahkan banyak juga
para orangtua merasa bangga dapat menantu mahasiswa STIBA,” ujar seorang
ikhwah.
Perubahan citra tersebut merupakan
karunia Allah subhanahu wata’ala yang patut disyukuri. Atas izin-Nya, STIBA
kini berhasil memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat. Salah satunya
adalah peranan dalam memajukan pendidikan ummat Islam, khususnya pendidikan
Islam yang murni bersumber dari Al Quran dan As Sunnah.
Sejarah Kelahiran STIBA
STIBA Makassar ‘dilahirkan’ pada
bulan Jumadil Ula 1419 H, yang bertepatan dengan bulan September 1998 M.
Pendiri kampus tersebut adalah
para alumni dan mahasiswa Islamic University of Medinah Arab Saudi, yang
tergabung dalam lembaga da’wah Yayasan Wahdah Islamiyah (kini ormas Wahdah
Islamiyah). Koordinatornya adalah Ustadz Muhammad Zaitu Rasmin, Lc.,MA ketua
YWI saat itu. Kini Ustadz Zaitun menjadi Ketua Ikatan Ulama dan Da’i ASEAN.
kemudian dideklarasikan melalui
forum musyawarah Terpadu VII YWI pada pertenganhan bulan Septembar 1998.
Tujuan dan Kurikulum STIBA STIBA
didirikan dengan tujuan utama melahirkan sarjana yang nantinya menyebarkan
risalah Islam sesuai tuntunan Al Qur’an dan As Sunnah serta pemahaman generasi
awal dan terbaik ummat ini (As Salaf As Shaleh). Untuk itu para mahasiswanya
dibekali berbagai ilmu agar dapat merea-lisasikan hal tersebut. Ilmu yang
diajarkan di STIBA sama kuriku-lumnya dengan Islamic University of Medinah dan
Islamic University of Ibnu Su’ud Makkah Al Mukarramah (Saudi Arabia). Sehingga
setelah tamat sang mahasiswa akan memperoleh gelar sarjana yang sama dengan
kedua perguruan tinggi tersebut (Lisence atau Lc.).
Sebagai calon da’i dan ulama masa
depan, mahasiswa STIBA diwajibkan mengikuti 3 program, yaitu Pendidikan
Akademis, Penelitian Ilmiah, dan Pengabdian pada Ummat. Ketiga program tersebut
bisa disebut sebagai tri darma perguruan tinggi yang dikembangkan STIBA.
Dalam program Pendidikan
Akademis, para mahasiswa STIBA diwajibkan mengikuti semua materi perkuliahan
yang telah ditetapkan kurikulum, berupa materi-materi Ilmu Syar’i dan Bahasa
Arab.
Untuk program penelitian,
mahasiswa wajib mengadakan kegiatan ilmiah untuk memperdalam ilmu dan
pengetahuan yang telah didapatkan di kelas. Misalnya riset studi literatur di
perpustakaan, seminar ilmiah, dan kegiatan lainnya.
Dalam program pengabdian pada
ummat, mahasiswa dituntut untuk memberikan sumbangsihnya dalam pengembangan dan
kemajuan ummat Islam di berbagai bidang. Dalam bidang pendidikan misalnya, para
mahasiswa telah dijadwal mengajar ilmu-ilmu Islam bagi anak-anak di berbagai
sekolah formal (SD / SLTP) maupun masjid (TK / TPA). Untuk masyarakat umum,
para mahasiswa aktif memberikan materi dalam taklim dan tarbiyah.
Bahkan setelah maraknya kasus
sihir di Sulsel, kehadiran STIBA sangat dirasakan masyara-kat luas. Sebab
ratusan mahasiswa kampus ini banyak dikirim ke berbagai daerah untuk memberikan
terapi dan pelatihan penang-gulangan sihir (ruqyah syar’iyah) kepada ummat Islam.
Tidak hanya itu, setiap tahunnya
STIBA mengirim mahasiswanya yang akan menyelesaikan studi, untuk mengabdi di
daerah selama lebih-kurang satu semester. Daerah-daerah pengabdian itu lah yang
menjadi medan latihan mahasiswa dalam berdakwah, agar setelah sarjana nantinya
tidak kaku terjun di tengah masyarakat.
“Alhamdulillah, program
peng-abdian yang lebih lama dan lebih berat daripada kuliah kerja nyata
perguruan tinggi lainnya sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Hal itu
dibuktikan dengan banyaknya surat permintaan dari berbagai daerah agar STIBA
mengirimkan tenaga mahasiswa yang mau mengabdi di daerah tersebut,” ujar Mantan
Direktur STIBA, Ustadz Muhammad Yani Abdul Karim, Lc.,MA.
Padatnya Kegiatan Ekstrakurikuler
Selain belajar ilmu-ilmu syar’i,
para mahasiswa STIBA juga aktif dalam berbagai kegiatan ekstra kurikuler.
Menurut Ustadz Yani, “Melalui kegiatan ekskul, diharapkan mahasiswa memiliki
bekal tambahan agar setelah lulus nantinya menjadi da’i dan ulama yang memiliki
nilai plus. Sebab dakwah Islamiyah akan lebih sempurna jika para da’i atau
ulamanya tidak hanya menguasai ilmu-ilmu syar’i saja, namun juga menguasai
ilmu-ilmu terapan lainnya yang berguna bagi ummat, seperti kepemimpinan
(leadership, manajemen, dan lain-lain.”
Kegiatan ekstra kurikuler yang
terdapat di STIBA sangat banyak, di antaranya jurnalistik, olahraga, beladiri,
agrobisnis (pertanian), kajian intensif berbagai disiplin ilmu syar’i,
kesehatan dan medis, dan keterampilan lainnya.
Wajib Berbahasa Arab
Secara bertahap, mahasiswa STIBA
diwajibkan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Arab jika berada di
lingkungan kampus dan asrama. “Bahasa Arab merupakan bahasa resmi agama kita.
Dan referensi ilmu-ilmu syar’i banyak ditulis dalam bahasa Arab. Sehingga untuk
dapat memahami ajaran Islam dengan baik dan benar, mahasiswa STIBA harus
menguasai bahasa tersebut. Kita telah belajar dari fenomena masyarakat awam.
Mereka telah banyak yang keliru dalam memahami agama ini. Orang-orang awam juga
banyak melakukan ibadah yang tidak sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah.
Ternyata fenomena itu salah satunya disebabkan karena masyarakat banyak yang
tidak memahami bahasa Arab.” kata Ustadz Yani.
Sehingga para mahasiswa
betul-betul dipacu agar dapat menguasai bahasa Islam ini. STIBA pun membuat
program I’dad Lughowi (Persiapan Bahasa). Program kuliah ini harus diikuti
mahasiswa. Jika mahasiswa tidak lulus dalam program ini, berarti mereka belum
menguasai bahasa Arab. Dan mahasiswa yang belum lancar berbahasa Arab baik
secara lisan maupun tulisan, tidak diperbolehkan mengambil program S1 di STIBA.
“Alhamdulillah, semua mahasiswa
yang mengikuti program I’dad Lughawi selama 4 semester (2 tahun) dapat diterima
di program S1 STIBA. Karena pendidikan bahasa Arab pada program tersebut
dilaksanakan secara intensif,” jelas Ustadz yani.
Dosen Alumni Timur Tengah
Pada mulanya, STIBA hanya
memiliki 6 orang tenaga dosen. Saat ini kampus tersebut telah didukung oleh 33
orang tenaga dosen. 22 orang dosen telah diangkat sebagai dosen tetap STIBA. 19
dosen yang mengajar di STIBA adalah alumni Universitas Islam Madinah.
“Selebihnya adalah alumni dari
beberapa perguruan tinggi yang terkemuka di Timur Tengah dan Pakistan seperti
Universitas Ummul Qura Makkah Al Mukarramah, Universitas Al Azhar Kairo,
Universitas Islam Inter-nasional Islamabad, Universitas Punjab, ada juga alumni
LIPIA Jakarta, yang merupakan cabang dari Universitas Islam Imam Muhammad bin
Sa’ud Riyadh Saudi Arabia,” kata Direktur STIBA, Ustadz Yani.
Butuh Partisipasi Umat Islam
Selama ini biaya operasional
STIBA berasal dari partisipasi ummat Islam. Dana dari muhsinin (donatur) lah
yang dipakai untuk kegiatan akademik maupun non akademik kampus calon ulama
masa depan itu. Sehingga mahasiswa STIBA selama ini berkuliah secara gratis.
Namun karena kondisi ekonomi
nasional yang tidak stabil, biaya operasional STIBA membengkak. Dana donatur
yang telah terkumpul pun tidak mencukupi lagi. Sehingga secara perlahan-lahan
subsidi untuk mahasiswa dikurangi.
“Tapi kami tidak berpangku
tangan. Insya Allah kami akan berusaha menggalang donatur lebih banyak lagi.
Agar dana operasional tercukupi. Dan agar para mahasiswa dari Sabang sampai
Merauke yang kuliah di STIBA tetap memperoleh subsidi, sehingga mereka dapat
kuliah gratis, atau minimal membayar dengan biaya sangat ringan sekali,” Harap
Ustadz Yani.
STIBA Makassar Kini : http://stiba.net/
0 komentar:
Posting Komentar
Wa Tawaashou Bil Haqqi Wa Tawaashou Bisshobri !