Temuakan Dahsyatnya Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah

31 Agustus 2016 Label: , ,
Temuakan Dahsyatnya Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah
Dibandingkan dengan usia umat-umat terdahulu, maka umur umat Islam lebih singkat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Umur umatku (pada umumnya) berkisar antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Namun berkat karunia dari Allah  Azza wa Jalla, usia umat yang singkat itu digantikan dengan amal-amal shaleh yang berberkah. Seolah-olah yang mengamalkannya dianugerahi usia yang panjang.  Di antara contohnya adalah malam Lailatul Qadr, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala  (artinya), “Malam Lailatul Qadr lebih baik dari seribu bulan.”  (QS. Al-Qadr: 3).
Saat ini, kita masih berada pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Ternyata, bulan ini merupakan salah satu waktu yang Allah telah tetapkan sebagai musim untuk beramal shaleh. Apa saja keutamaannya?

1. Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengannya

“Demi fajar dan malam yang sepuluh.” (QS. Al Fajr: 1-2).
Sebagian besar ahli tafsir menafsirkan bahwa makna malam yang sepuluh  adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Dan sumpah Allah Subhanahu wa Ta’ala  atas waktu tersebut menunjukkan keagungan dan keutamaannya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 4: 535 dan Zaadul Maad 1: 56).
  1. Al Ayyâm al ma’lûmât yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan untuk banyak berzikir padanya
“Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada al ayyam al ma’lumat (hari yang telah ditentukan) atas rezki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS. Al Hajj: 28).
Mayoritas ulama tafsir, di antaranya Ibnu Abbas dan Ibnu Umar menafsirkan bahwa al Ayyâm al ma’lûmât (hari yang ditentukan) maksudnya adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.
  1. Hari-hari dunia yang paling utama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Hari-hari dunia yang paling utama adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah…” (HR. Al Bazzar dan Ibnu Hibban serta dinilai shahih oleh Al Albani).
  1. Paling utama untuk beramal shaleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada hari-hari yang di dalamnya amalan paling dicintai oleh Allah kecuali hari-hari ini, yaitu sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah amal-amal shaleh pada hari-hari tersebut lebih dicintai oleh Allah dari pada jihad fii sabilillah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Ya, kecuali seseorang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya kemudian tidak kembali dari jihad tersebut dengan sesuatu apapun.” (HR. Bukhari).
Demikian pula sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ”Tidak ada hari-hari yang lebih agung dan amal shaleh yang lebih dicintai oleh Allah padanya, melebihi sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, maka perbanyaklah pada hari itu tahlil ( لا إله إلا الله), takbir (الله أكبر), dan tahmid ( الحمد لله).” (HR. Ahmad).
  1. Hari Arafah dan hari raya Kurban
Kedua hari ini adalah hari yang termulia dalam setahun; hari Arafah adalah hari pengampunan dosa-dosa dan pembebasan dari api neraka. Keutamaan hari raya Qurban disebutkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ”Hari yang paling afdhal/utama (dalam setahun) adalah hari raya Kurban (10 Dzulhijjah).”  (HR. Ibnu Hibban, shahih).
Seandainya tidak ada keutamaan hari-hari tersebut kecuali keberadaan hari Arafah  dan hari raya Qurban padanya, maka sudah sangat cukup untuk menunjukkan keutamaannya.
  1. Berkumpulnya ibadah-ibadah yang inti dan pokok
Al Hafizh Ibnu Hajar—rahimahullah—berkata, “Nampaknya, sebab keistimewaan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah karena berkumpul padanya ibadah-ibadah yang pokok yaitu shalat, puasa, sedekah dan haji. Dan hal ini tidak terdapat pada hari-hari yang lain.”
  1. Siangnya lebih afdhal dari 10 terakhir Ramadhan
Jika seseorang bertanya, ”Yang manakah yang lebih afdhal, sepuluh terakhir di bulan Ramadhan ataukah sepuluh awal bulan Dzulhijjah?” Imam Ibnul Qayyim—rahimahullah—berkata, “Jika dilihat pada waktu malamnya, maka sepuluh terakhir bulan Ramadhan lebih utama dan jika dilihat waktu siangnya, maka sepuluh awal bulan Dzulhijjah lebih utama.” (Lihat Zaadul Ma’ad 1:57).

Amalan yang Disyariatkan pada Hari-Hari Tersebut

  1. Melaksanakan ibadah haji dan umrah. Kedua ibadah inilah yang paling utama dilaksanakan pada hari-hari tersebut, sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Umrah yang satu ke umrah yang lainnya merupakan kaffarat (penghapus dosa-dosa) di antara keduanya. Sedangkan haji mabrur, tidak ada balasan baginya kecuali surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).
  2. Berpuasa pada hari-hari tersebut atau beberapa hari di antaranya (sesuai kesanggupan) terutama pada hari Arafah (9 Dzulhijjah). Tidak diragukan lagi bahwa ibadah puasa merupakan salah satu amalan yang paling afdhal dan salah satu amalan yang dilebihkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dari amalan-amalan shaleh lainnya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Tidaklah seseorang berpuasa satu hari di jalan Allah melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka (karena puasanya) sejauh 70 tahun perjalanan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Khusus tentang puasa Arafah, diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Berpusa di hari Arafah (9 Dzulhijjah) menghapuskan dosa tahun lalu dan dosa tahun yang akan datang.”
  3. Memperbanyak takbir dan dzikir pada hari-hari tersebut
“…Supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan..” (QS. Al Hajj: 28).
Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ketika menuju pasar pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah bertakbir, maka orang-orang pun ikut berakbir sebagaimana takbir mereka berdua.” (R. Bukhari).
Ishaq bin Rahawaih—rahimahullah—meriwayatkan dari para ahli fiqh dari kalangan tabi’in bahwa mereka—rahimahumullah—mengucapkan pada hari-hari tersebut,

اللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ َاللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Disunnahkan mengangkat suara saat bertakbir, baik ketika di pasar, rumah, jalan, masjid dan tempat-tempat lainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
“Dan hendaklah kalian mengagungkan Allah (dengan bertakbir kepada-Nya) atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 185).
Namun perlu diperhatikan bahwa sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam bertakbir adalah  dilakukan secara sendiri-sendiri.
  1. 4. Memperbanyak amalan-amalan shaleh berupa ibadah-ibadah sunnah seperti shalat, membaca al-Qur’an, amar ma’ruf nahi munkar dan yang semacamnya. Karena amalan tersebut akan dilipatgandakan pahalanya jika dilakukan pada hari-hari tersebut, hingga ibadah yang kecil pun jika dilakukan pada hari-hari tersebut akan lebih utama dan  lebih dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dari pada ibadah yang besar yang dilakukan pada waktu yang lain.
  2. 5. Disyariatkan pada hari-hari tersebut bertakbir di setiap waktu, siang maupun malam, terutama ketika selesai shalat berjamaah di masjid.
Takbir ini dimulai sejak Shubuh hari Arafah (9 Dzulhijjah) bagi yang tidak melaksanakan ibadah haji, sedangkan bagi jamaah haji maka dimulai sejak Zhuhur hari penyembelihan (10 Dzulhijjah). Adapun akhir dari waktu bertakbir adalah pada hari terakhir dari hari-hari Tasyrik (13 Dzulhijjah).
  1. Menyembelih hewan kurban (udhhiyah) bagi yang mampu pada hari raya Qurban (10 Dzulhijjah) dan hari-hari tasyrik (11-13 Dzulhijjah). Hal ini merupakan sunnah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengganti anak beliau dengan seekor sembelihan yang besar. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkurban dengan dua domba jantan yang keduanya berwarna putih bercampur hitam dan bertanduk, beliau menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri sambil membaca basmalah dan bertakbir.
  2. 7. Melaksanakan shalat ‘Ied berjama’ah sekaligus mendengarkan khotbah dan mengambil manfaat darinya, yaitu sebagai hari kesyukuran dan untuk mengamalkan kebaikan serta menjauhi segala bentuk kemaksiatan.
  3. Taubat nashuhah
Menyambut musim-musim amal ini, sejatinya seorang muslim memperbanyak istighfar dan taubat. Bukankah seseorang itu diharamkan dari memperoleh kebaikan dunia dan akhirat karena dosa-dosanya? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, artinya, “Dan musibah apa saja yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (QS. Asy-Syura: 30).
Sebagaimana racun yang menggerogoti tubuh sehingga harus dikeluarkan dari badan, maka demikian halnya dengan dosa. Dosa berdampak buruk terhadap hati. Sebuah maksiat yang dibiarkan, akan mengundang kedatangan maksiat-maksiat berikutnya, hingga akan sulit bagi pelakunya untuk meninggalkannya.
Maka marilah kita bersegera meninggalkan dosa dan maksiat dengan taubat nasuhah. Lewati hari-hari mulia ini dengan menjauhkan diri dari maksiat dan dosa. Perbanyak istighfar. Basahi lisan-lisan kita dengan zikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, karena tak seorangpun tahu kapan maut akan menjemputnya dan membawanya pergi meninggalkan dunia ini. Wallahu al-Hadi ilaa aqwami ath-Thariq.
Sumber: Buletin al-Fikrah STIBA Makassar

0 komentar:

Posting Komentar

Wa Tawaashou Bil Haqqi Wa Tawaashou Bisshobri !

 
.::_Alumni STIBA Makassar_::.
© Sekretariat : Jl. Inspeksi PAM Manggala Makassar 90234 HP. (085 236 498 102) E-mail:alumni.stiba.mks@gmail.com |(5M) |Mu'min |Mushlih |Mujahid |Muta'awin |Mutqin