Rahasia di Balik Musibah
Tidaklah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. menciptakan peristiwa,
atau kejadian sesuatu yang sia-sia. Manusia dianjurkan untuk merenung dan
mengambil pelajaran dari berbagai macam peristiwa yang terjadi. Islam sangat
mendorong umatnya untuk menggunakan potensi yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
berikan kepadanya; penglihatan, pendengaran, hati, panca indra yang lain agar
difungsikan untuk merenung hikmah dibalik peristiwa.
قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ ثُمَّ انْظُرُوا
كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (11)
11. Katakanlah: “Berjalanlah di muka bumi, kemudian
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” QS.
Al-An’am:11
Ayat yang senada seperti di atas sangatlah banyak dalam
Al-Qur’an. Dengan redaksi yang beragam, tapi kesimpulannya adalah satu,
menggunakan pemberian Allah untuk merenung dan mengambil pelajaran yang sangat
berharga dari berbagai peristiwa bencana yang terjadi silih berganti ini. Ada
beberapa rahasia dibalik musibah dan bencana yang selama ini terjadi bahwa:
Pertama, Allah Penentu Kehidupan, Dzat yang Maha Perkasa.
Bahwa dibalik kehidupan ini ada yang punya, ada yang
mengatur. Dialah Allah Rabbul Izzah, Tuhan yang memiliki kemuliaan dan
keperkasaan. Di Genggaman-Nya lah semua kehidupan ini dikendalikan. Allah hanya
butuh berkata “Kun Fayakun, terjadi! maka terjadilah”.
Allah memiliki nama-nama, di antaranya; Al-Khaliq –Pencipta-, Al-Muhaimin –Yang
Mengatur-, Al-Muhyi –Yang Menghidupkan-, Al-Mumit –Yang Mematikan-, Adh-Dhaar
–Yang Memberi Madharat-, An-Nafi’ –Yang memberi Manfaat-, dst.
Manusia tidak bisa mengatur-atur. Manusia tidak mungkin
bilang “hai merapi, berhenti meletus… dst”, sebagaimana yang kita dengar dari
pusat ahli vulkanologi dan mitigasi bencana. Allah Subhanahu Wa Ta’ala. punya
kehendak-Nya sendiri, bahkan Kehendak itu sudah ditulis semenjak zaman azali.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ
وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ
عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22)
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa
di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam
kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian
itu adalah mudah bagi Allah.” Al-Hadid/57:22
Perhatikan potongan akhir ayat akhir di atas “Sesungguhnya
yang demikian itu mudah bagi Allah”
حدثنا عاصم ، قال : سمعت الحسن ، يقول في
مرضه الذي مات فيه : « إن الله عز وجل قدر أجلا ، وقدر مصيبة ، وقدر معافاة ، وقدر
طاعة ، وقدر معصية ، فمن كذب بالقدر فقد كذب بالقرآن ، ومن كذب بالقرآن ، فقد كذب بالحق »
Al-Hasan ketika menjelang mautnya berkata: “Sesungguhnya
Allah Azza wa Jalla mentaqdirkan ajal, dan mentaqdirkan musibah, mentaqdirkan
kesehatan, mentaqdirkan ketaatan, mentaqdirkan kemaksiatan. Maka barangsiapa
yang mengingkari taqdir, ia berarti mengingkari Al-Qur’an. Barangsiapa
mengingkari Al-Qur’an, sungguh ia berarti mengingkari kebenaran.”
Kedua, Musibah Akibat Perbuatan Manusia
Musibah yang menimpa umat manusia adalah karena perbuatan
mereka sendiri yang melanggar peraturan Allah, merusak ekosistem kehidupan, banyak
melakukan kemaksiatan dan dosa, tidak menjalankan perintah dan syariat-Nya.
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا
كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ (30) وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ فِي
الأرْضِ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ (31)
“Dan apa saja musibah yang menimpa
kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah
memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). Dan kamu tidak dapat
melepaskan diri (dari azab Allah) di muka bumi, dan kamu tidak memperoleh
seorang pelindung dan tidak pula penolong selain Allah. ” Syuro/42:30-31
Bukan karena ada unsur mistik, karena ini, karena itu,
seperti karena bulan tertentu, karena hari tertentu dll. yang justeru merusak
aqidah umat. Bencana karena ulah manusia, dan itu atas kuasa Allah Subhanahu Wa
Ta’ala.
Ketiga, Pahala Tergantung Besarnya Musibah
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ، أَنَّهُ قَالَ : إِنَّ أَعْظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ
الْبَلاءِ ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاهُمْ ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ
الرِّضَا ، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
Dari Anas bin Malik ra. Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wa
Sallam. bersabda: “Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung besarnya ujian.
Dan sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, Allah mengujinya. Maka
barangsiapa ridha dengan ujian Allah, baginya ridha –dari Allah-, sebaliknya,
siapa yang murka, maka baginya murka –dari Allah-.” HR. At-Tirmidzi
Karena itu, tidak perlu putus asa, jangan sampai
menggadaikan aqidah dengan
Keempat, Musibah Dalam Rangka Tamhis (Seleksi)
Kehidupan ini bukan statis, tapi berputar. Ada yang baik ada
yang buruk, ada yang berhasil ada yang juga gagal. Itu semua adalah dalam
rangka untuk menseleksi secara alamiah kualitas manusia, dan sebagai batu
ujian; apakah ia lulus dengan predikat baik, lulus dengan catatan, atau malah
gagal dalam menjalani usjian tersebut.
وَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا
وَلَيَعْلَمَنَّ الْمُنَافِقِينَ (11)
“Dan Sesungguhnya Allah benar-benar
mengetahui orang-orang yang beriman: dan Sesungguhnya Dia mengetahui
orang-orang yang munafik.” Al-Ankabut/29:11
Ketika menjelaskan ayat ini, Mujahid berkomentar: “Manusia
itu ada yang iman hanya di lisannya saja, maka ketika dia mendapatkan ujian,
berupa kehilangan harta atau jiwa, sebagian manusia dilanda fitnah –goncang
yang hebat-“ (Tafsir Al-Baghawi, Juz 6, Bab 11, Hal. 235)
Kelima, Istirja’ atau Mengembalikan Semua kepada Allah
Pertam kali menghadapi musibah, hendaknya iman yang
berbicara, bukan hawa nafsu yang protes. Karena seseorang ditentukan oleh sikap
pertama kalinya terhadap kejadian. Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wa Sallam.
mengingatkan “Sesungguhnya sabar itu ketika merespon kejadian pertam kali.”
Selanjutnya berdoa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. agar diberikan pahala atas
musibah itu dan memperoleh ganti yang jauh lebih baik.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أصاب
أحدكم مصيبة فليقل إنا لله وإنا إليه راجعون اللهم عندك احتسب مصيبتي فأجرني عليها
وأبدلني بها خيرا منها
Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wa Sallam. bersabda: “Jika
salah satu di antara kalian mendapatkan musibah, maka ucapkanlah; “Sesungguhnya
kami milik Allah dan kami kembali kepada-Nya, “Allahumma ‘indaka ahtasibu
mushibatii, fa ajirnii ‘alaihaa waabdilnii bihaa khairan minhaa. Ya Allah
kepada-Mu saya ikhlaskan musibah yang menimpaku, maka berilah pahala kepadaku
atas musibah ini, dan berilah saya ganti yang jauh lebih baik darinya.” Imam
Muslim
Keenam, Musibah Menghapus Kesalahan dan Mengangkat Derajat
Inilah indahnya kehidupan bagi orang yang beriman. Ujian,
bencana dan bala akan menggugurkan dosa-dosa dan sekaligus mengangkat
derajatnya. Tidak sia-sia, tegantung ia meresponnya. Dari Aisyah ra. ia
mendengar Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wa Sallam. bersabda:
عن عائشة قالت سمعت رسول الله صلى الله
عليه وسلم يقول « مَا مِنْ مُؤْمِنٍ تَشُوكُهُ شَوْكَةٌ فَمَا فَوْقَهَا إِلاَّ حَطَّ
اللَّهُ عَنْهُ خَطِيئَةً وَرَفَعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةً » رواه مسلم
“Tiada seorang mukmin yang tertusuk
suatu duri atau bahkan yang jauh lebih sakit, kecuali Allah pasti akan
menghapus kesalahan dan mengangkat derajat.” Imam Muslim
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال :
« عجبًا لأمرِ الْمُؤْمِن ، إِنَّ أمرهُ كُلَّهُ خيرٌ ، ولَيْسَ ذلِكَ لأحَد إلاَّ
للمُؤْمنِ ، إن أصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَر ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ ، وإنْ أَصَابَتْهُ
ضَرَّاءُ صَبَرَ ، فكَانَ خَيرًا لَهُ
»
Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wa Sallam. bersabda: “Sungguh
menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya baik baginya. Jika ia
mendapatkan kebaikan, ia bersyukur. Jika sedangkan memperoleh keburukan, ia
bersabar, kedua-duanya baik baginya, itu tidak dimiliki kecuali oleh orang
mukmin.” Sahih Ibnu Hibban
Ketujuh, Musibah sebagai Peringatan
Kejadian bencana bisa dimaknai 3 hal; Pertama sebagai siksa,
jika itu menimpa orang-orang yang tidak beriman. Kedua sebagai peringatan, jika
menimpa orang-orang yang beriman tapi melakukan banyak dosa. Dan ketiga,
sebagai sarana mengangkat derajat, yaitu bagi orang yang beriman, hamba-hamba
Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. berfirman:
قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَخَذَ اللَّهُ
سَمْعَكُمْ وَأَبْصَارَكُمْ وَخَتَمَ عَلَى قُلُوبِكُمْ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ
يَأْتِيكُمْ بِهِ انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآَيَاتِ ثُمَّ هُمْ يَصْدِفُونَ (46) öقُلْ أَرَأَيْتَكُمْ إِنْ أَتَاكُمْ عَذَابُ اللَّهِ بَغْتَةً أَوْ جَهْرَةً
هَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الظَّالِمُونَ (47) وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ
إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ فَمَنْ آَمَنَ وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ
وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (48)ÇÍÑÈ
وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا يَمَسُّهُمُ
الْعَذَابُ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ (49)
46. Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut
pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah Tuhan selain Allah
yang Kuasa mengembalikannya kepadamu?” perhatikanlah bagaimana Kami
berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap
berpaling (juga).
47. Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan
Allah kepadamu dengan sekonyong-konyong, atau terang-terangan, Maka Adakah yang
dibinasakan (Allah) selain dari orang yang zalim?”
48. dan tidaklah Kami mengutus Para Rasul itu melainkan
untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman
dan Mengadakan perbaikan, Maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
pula mereka bersedih hati.
49. dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka
akan ditimpa siksa disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” QS. Al-An’am: 46-49
Ketujuh, Musibah Menyempurnakan Iman
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ:لَيْسَ بِمُؤْمِنٍ مُسْتَكْمِلِ الإِيمَانِ مَنْ لَمْ يَعُدَّ الْبَلاءَ
نِعْمَةً، وَالرَّخاءَ مُصِيبَةً، قَالُوا: كَيْفَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ:لأَنَّ
الْبَلاءَ لا يَتْبَعُهُ إِلا الرَّخَاءُ، وَكَذَلِكَ الرَّخَاءُ لا تَتْبَعُهُ إِلا
الْمُصِيبَة وليس بمؤمن مستكمل الإيمان من لم يسكن في صلاته” قالوا: ولم يا رسول الله؟
قال: “لأن المصلي يناجي ربه فإذا كان في غير صلاة إنما يناجي ابن آدم”.
رواه الطبراني.
Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wa Sallam. bersabda: “Tiada
dianggap mukmin yang sempurna imannya orang yang tidak menganggap suatu bala’
sebagai sebuah kenikmatan, dan suatu kemudahan sebagai musibah. Para sahabat
bertanya: Bagaimana itu ya Rasulullah? Rasul menjawab; “Karena tiak menyertai balak
itu kecuali adanya kemudahan. Demikian juga dengan kemudian itu akan disertai
dengan musibah.” Ath-Tabrani.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. berfirman:
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ
مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6) فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ (7) وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ
(8)
5.Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
7. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
8. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” QS.
Al-Insyirah:5-8.
Dibalik bencana ada hikmah, ada pelajaran, ada kebaikan.
Mari kita renungkan, kita temukan rahasia di balik bencana yang selama ini
terjadi. Allahu a’lam
Sumber: http://www.dakwatuna.com/
0 komentar:
Posting Komentar
Wa Tawaashou Bil Haqqi Wa Tawaashou Bisshobri !