Meneladani Penduduk Gaza dalam memegang Amanah Al Quran

08 Agustus 2014 Label:
Tahun 1967, kekuatan militer terbesar di Timur Tengah yaitu Mesir kalah dan hancur luluh lantak oleh Israel yang belum memiliki kekuatan militer yang besar. Sinai pun jatuh ke dalam penjajahan Israel kala itu. Para penguasa dan raja-raja Arab pun gemetar ketakutan ketika itu. Namun kini, sebagai salah satu negara dengan militer terkuat di dunia, Israel tidak berdaya untuk menembus Gaza, sebuah daerah kecil yang hanya dihuni penduduk lemah dan miskin. Karena Gaza setiap tahun menghasilkan 40 ribu penghafal Al Quran. Demikian yang disampaikan oleh Ustadz Bahtiar Nasir, pendiri dan pimpinan Ar Rahman Quranic Learning Center dalam acara MABIT bertema Pemuda sebagai Pengemban Amanah Al Quran di Masjdi BI. Beliau lalu menjelaskan bahwa hafalan Al Quran yang ada di dalam dada para penduduk Gaza itulah sumber kekuatan mereka yang hakiki. Mereka telah membuktikan diri sebagai pemuda-pemuda pemegang amanah Al Quran yang sejati.

Logikanya, jika Al Quran saja bisa dihafal secara keseluruhan, maka yang namanya sholat tentu lebih terjaga lagi, baik yang sunnah terlebih lagi yang wajib. Infaq pun mereka tidak kalah dengan saudara-saudaranya yang hidup merdeka. Pada waktu bencana melanda Indonesia beberapa waktu yang lalu, orang-orang Palestina yang hidupnya serba susah itu malah membantu menggalang dana demi saudara mereka yang tertimpa musibah. Walau mungkin dari sudut kuantitas masih di bawah penyumbang yang lain, namun kesediaan mereka membantu walaupun mereka sendiri susah patut diteladani.
Bercermin dari keteladanan para penduduk Gaza, sungguh kaum muslimin Indonesia seharusnya merasa malu. Betapa sedikitnya kaum muslimin Indonesia yang hafal seluruh atau sebagian isi Al Quran dibandingkan jumlah penduduk muslimnya yang terbanyak di dunia. Wacana manfaat sedekah baru beberapa tahun ini bergema di Indonesia, itupun seringkali harus dilengkapi dengan iming-iming rezeki duniawi yang tak terduga datangnya. Masjid-masjid di negeri ini masih sepi saat waktu sholat tiba. Pada 1/3 malam yang akhir, entah apakah lebih banyak yang tidur atau yang beribadah pada Allah SWT. Jika Makkah dan Madinah adalah indikator kesalehan pribadi seorang muslim, maka kesalehan sosialnya tercermin dari keadaan Palestina. Jika Palestina masih membara, maka sesungguhnya ada yang salah dengan ukhuwah kita selama ini. Jika dengan sesama muslim yang dekat saja kita sudah tidak mau saling memaafkan, saling memahami dan saling bekerja sama dalam kebaikan dan perbaikan, maka apa yang bisa diharapkan oleh saudara-saudara kita di Palestina?
Padahal, salah satu Palestinian brother kita, Mr. Jomah Al Najjar, pernah mengatakan bahwa kaum muslimin Indonesia bisa berbuat banyak bagi mereka. Chairman of The Palestinian Welfare House tersebut pernah berpesan agar kaum muslimin memperbanyak doa untuk para saudaranya di Palestina. Beliau juga berpesan agar jika mungkin kita berjamaah di Masjid Al Aqsa agar Israel takut. Banyaknya kaum muslimin yang mengunjungi Al Aqsa akan menggetarkan jiwa pengecut mereka, walaupun hanya untuk sholat berjamaah dan tidak melakukan hal-hal lain. Orang-orang Palestina tidak diperbolehkan sholat berjamaah di masjid Al Aqsa oleh tentara-tentara penjajah laknat tersebut. Bisa jadi, beliau menganggap orang-orang Indonesia adalah orang-orang yang sangat menjaga apa yang masuk ke dalam mulutnya, baik dari zat makanannya atau cara memperolehnya. Mungkin juga beliau mengira bahwa kaum muslimin Indonesia memiliki keberanian yang sangat tinggi dan kemampuan finansial yang cukup untuk bisa ke Masjid Al Aqsa. Walau pada kenyataanya, banyak kaum muslimin di negeri ini yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Mereka yang kaya pun tidak ada keinginan untuk pergi ke sana karena resiko yang harus ditanggung sangat besar. Meski pada kenyataannya, banyak hal-hal yang syubhat masih mengelilingi kita. Banyak pula penduduk negeri ini yang masih perlu dipertanyakan apakah hartanya benar-benar halal atau masih ada unsur haram dan unsur kezaliman di dalamnya.
Maka, terbayang oleh kita betapa kecewa saudara-saudara kita di sana apabila mengetahui kualitas keimanan dan ketaqwaan kaum muslimin di negeri ini. Betapa besar kekecewaan mereka jika mengetahui jumlah uang yang dikorupsi oleh para koruptor Indonesia yang mungkin sebagian besarnya ada di bank-bank Singapore dan Swiss. Padahal, jika sebagian dari uang sejumlah itu bisa disumbangkan ke sana, tentu beban hidup mereka akan berkurang beratnya. Sementara, penduduk Indoneisa yang terpuruk dan terjerat kemiskinan sudah tak terhitung lagi banyaknya. Sumber daya alam dan hasil bumi yang melimpah ruah malah dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan dari negara-negara asing yang cenderung pro pada Zionis dan penjajahannya. Sehingga, jangankan Gaza dan Palestina, rakyat negeri sendiri pun tidak bisa menikmati limpahan anugerah yang sangat indah itu.
Pertanyaan yang timbul adalah, apakah kita tega mengecewakan mereka yang mungkin mengira kita memiliki tingkat keimanan yang sama atau bahkan lebih dari mereka? Padahal dari gambaran di awal tulisan ini sudah jelas iman dan ketaqwaan siapa yang lebih baik, lebih bersinar dan lebih tinggi di hadapan Allah SWT. Apapun jawaban yang kita berikan atas pertanyaan tersebut, biarlah nurani kita yang menjawabnya. Bagaimanapun juga, para penduduk Gaza telah memberi kita semua keteladanan yang sangat inggi dalam memegang teguh amanah Al Quran. Suatu amanah yang sangat berat hingga gunung pun tak mampu membawanya. Hanya para pemuda dan pemudi muslim yang dikuatkan dan dikukuhkan bahunya oleh Allah SWT yang mampu mengangkat amaanh seberat itu. Bukan para pemuda dan pemudi egois yang lebih suka menghabiskan waktu dan hartanya demi kepentingan dan kepuasan dirinya sendiri.
Semoga bermanfaat. Wallohu 'Alam.

0 komentar:

Posting Komentar

Wa Tawaashou Bil Haqqi Wa Tawaashou Bisshobri !

 
.::_Alumni STIBA Makassar_::.
© Sekretariat : Jl. Inspeksi PAM Manggala Makassar 90234 HP. (085 236 498 102) E-mail:alumni.stiba.mks@gmail.com |(5M) |Mu'min |Mushlih |Mujahid |Muta'awin |Mutqin