Amalan Sunnah di Bulan Dzul Hijjah

15 Oktober 2010 Label:
Sesungguhnya mendapati sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah adalah nikmat yang besar dari nikmat-nikmat Allah. Manis dan nikmatnya hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang shalih dan bersungguh-sungguh pada hari-hari tersebut. Semestinya setiap muslim menambah kesungguhannya dalam menjalankan ketaatan pada bulan ini.

Abu Utsman al-Hindi (Lihat biografinya dalam Tahdzibut Tahdzib 6/249 oleh Ibnu Hajar) berkata: “Para salaf mengagungkan tiga waktu dari sepuluh hari yang utama. Sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama pada bulan Dzul Hijjah, dan sepuluh hari pertama bulan Muharram”. (Lathaiful Maarif 39). Bahkan Said bin Jubair apabila telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah beliau sangat bersungguh-sungguh dalam beramal, sampai tidak ada yang dapat menandinginya. (al-Irwa 3/398).

Berikut ini amalan-amalan sunnah yang dianjurkan pada bulan Dzul Hijjah:

1. Puasa


Disunnahkan puasa sembilan hari pertama pada bulan Dzul Hijjah, karena puasa termasuk amalan shalih yang dianjurkan pada bulan ini. Ummul Mu’minin Hafsah ra menuturkan:

Adalah nabi puasa Asyura (tanggal 10 Muharram), sembilan hari pertama bulan Dzul Hijjah, dan tiga hari pada setiap bulan”. (HR Nasa’i 2372, Ahmad 5/271, Baihaqi 4/284. Dishahihkan al-Albani dalam Shahih Abu Daud 2106)

Lebih ditekankan lagi puasa pada hari Arafah sebagaimana akan datang penjelasannya sebentar lagi, insya Allah.

2. Takbir

Termasuk amalan shalih pada hari-hari ini adalah memperbanyak takbir, tahlil, tasbih, istighfar dan do’a. Dzikir sangat dianjurkan pada seluruh waktu dan setiap keadaan, kecuali keadaan yang dilarang. Allah SWT berfirman:

“Ingatlah Allah di waktu berdiri di waktu duduk dan di waktu berbaring”. (QS an-Nisa 4: 103)

Imam Ibnu Katsir berkata: “Yaitu pada seluruh keadaan kalian”. (Tafsir Ibnu Katsir 1/521).

3. Haji

Barangsiapa yang menunaikan ibadah haji menurut cara dan tuntunan yang disyariatkan, insya Allah dia termasuk dalam kandungan sabda Nabi yang berbunyi:

“Umrah ke umrah adalah penghapus dosa diantara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga”. (HR Bukhari 1683, Muslim 1349).

Haji mabrur adalah haji yang sesuai dengan tuntunan syar’i, menyempurnakan hukum-hukumnya, mengerjakan dengan penuh kesempurnaan dan lepas dari dosa serta terhiasi dengan amalan shalih dan kebaikan. (Fathul Bari 3/382, Syarhus Sunnah 7/6).

4. Memperbanyak Amalan Shalih

Termasuk hikmah Allah, Dia menjadikan media beramal tidak hanya pada satu amalan saja. Bagi yang tidak mampu haji, jangan bersedih, karena disana masih banyak amalan shalih yang pahalanya tetap ranum dan siap dipetik pada bulan ini. Diantara contohnya shalat sunnah, dzikir, shadaqah, berbakti pada orang tua, amar ma’ruf nahi mungkar, menyambung tali persaudaraan, dan berbagai macam amalan lainnya. Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa yang shalat Shubuh berjama’ah kemudian duduk berdikir hingga terbit matahari, setelah itu dia shalat dua rakaat, maka baginya pahala seperti pahala haji dan umrah.” Perawi berkata: Rasulullah SAW berkata: “Sempurna, sempurna, sempurna”. (HR Tirmidzi 586. Hadits hasan, lihat al-Misykah 971).

Ini adalah keutamaan yang besar, kebaikan yang banyak, tidak bisa dikiaskan. Sesungguhnya Allah adalah pemberi nikmat, memberi keutamaan sesuai kehendakNya dan kepada siapa saja yang dikehendaki. Tidak ada yang dapat menentang hukumnya dan tidak ada yang dapat menolak keutamaanNya. (at-Tamhid 19/26).

5. Berqurban

Berqurban termasuk amalan yang dianjurkan pada bulan ini, lihat penjelasan dan perinciannya dalam rubrik fiqih . (Anda bisa melihatnya pada kategori Tuntunan Rasulullah Dalam Berqurban pada blog ini).

6. Taubat

Taubat adalah kembali kepada Allah dari perkara yang Dia benci secara lahir dan batin menuju perkara yang Dia senangi, menyesali atas dosa yang telah lalu, meninggalkan seketika itu juga dan bertekad untuk tidak mengulanginya kembali.

Maka kewajiban bagi seorang muslim apabila terjatuh dalam dosa dan maksiat untuk segera bertaubat, tidak menunda-nundanya, karena dia tidak tahu kapan kematian akan menjemput. Dan juga perbuatan jelek biasanya akan mendorong untuk mengerjakan perbuatan jelek yang lain. Apabila berbuat maksiat pada hari dan waktu yang penuh keutamaan, maka dosanya akan besar, sesuai dengan kutamaan waktu dan tempatnya. (Lihat Majmu fatawa 34/180, oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah).

Wallohu 'Alam.

0 komentar:

Posting Komentar

Wa Tawaashou Bil Haqqi Wa Tawaashou Bisshobri !

 
.::_Alumni STIBA Makassar_::.
© Sekretariat : Jl. Inspeksi PAM Manggala Makassar 90234 HP. (085 236 498 102) E-mail:alumni.stiba.mks@gmail.com |(5M) |Mu'min |Mushlih |Mujahid |Muta'awin |Mutqin